Rabu, 27 April 2011

masalah penelitian dan hipotesis

Sebagai seorang peneliti hal yang paling penting adalah pemilihan dan penentuan masalah yang diteliti. Sistematika sebuah penelitian yang bagus adalah selalu diawali oleh sebuah masalah  dan rumusan sebuah masalah dimana nantinya akan menyangkut seluruh proses penelitian.Dengan kata lain peneliti tidak mungkin mengawali proyek penelitiannya tanpa mengetahui terlebih dahulu permasalahannya. Menurut Dantes (2007:26)  " Para peneliti yang belum berpengalaman harus menyadari bahwa pemilihan masalah, perencanaan penelitian dan implementasinya memerlukan waktu yang cukup lama." berarti pula perlu waktu yang cukup panjang sebelum memulai sebuah proyek penelitian.

Senin, 25 April 2011

yang tidak remidi kelas B semester 2 pgsd

1. Luh Ade sri lestari ( 1011031110)
2. Putu ari Udayani ( 1011031134)
3. Eka Ardi Wrisca . F (  1011031131)
4. Ni luh saraswati Adnyani (1011031112)
5. Ni wayan Wida Prama Dewi ( 1011031013)
6. Dewa Ayu Fionita Arimas W ( 1011031035)
7. I ketut sandi (1011031156)
8. I wayan hermawan R ( 1011031168)
9. kadek anggun ilhami ( 1011031107)
10. Nyoman andy W P ( 1011031117)

NB:
bagi nama yang tidak tercantum dalam list diatas berarti remidi
selanjutnya remidinya mengerjakan soal yang ada di blog ini kemudian kumpul pada hari kamis.

Jumat, 22 April 2011

Manifestasi Hyang widhi di hindu Bali


Berdasarkan Widhi Tattwa dan Lontar Buwana Kosa

Sesungguhnya Ida Sang Hyang Widhi adalah tunggal (Ekam Eva Adwityam Brahman), tetapi Beliau memiliki kemahakuasaan untuk bermanifestasi melalui kekuatan "Maya"Nya menjadi kekuatan Dewa-Dewi, Bathara-Bhatari, Bhuta, Kala, Durga, Danawa, Paesaca termasuk alam semesta serta isinya. Kata Widhi berasal dari akar kata "VID" yang artinya widya (maha mengetahui). Beliau maha agung, suci murni, tenang dan tentram maha sempurna. Karena kesempurnaan Nya Beliau juga disebut "Parama Siwa". Beliau seutuhnya bersifat Purusa (cetana), merupakan kesadaran tertinggi yang melingkupi segalanya, tanpa aktifitas, belum ada pengaruh maya, dengan demikian Beliau bergelar "Nirguna Brahman".

Kemudian Sang Hyang Widhi mulai bermanifestasi, menjadikan diri Nya sendiri, berarti Beliau mulai menggunakan kekuatan maya Nya yang bersifat "Guna" sehingga kesadaran aslinya yang maha suci murni berkurang. (Ini adalah bentuk "pengorbanan" dari Sang Hyang Widhi untuk terciptanya kehidupan. red). Pada keadaan ini muncul kemahakuasaan Nya serba guna seperti berpendengaran serba jelas (Durasrawana), berpenglihatan serba jelas (Durasarwajna), mengetahui keadaan yang telah silam (Atita), yang sekarang (Wartamana) dan keadaan yang akan terjadi (Nagata). Beliau telah aktif, memiliki sifat pengampun, memberikan sinar penerangan, berinfiltrasi (Wyapi) tiada berwujud (Arupa) menjadi objek pemujaan dari semua makhluk, sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur hasil ciptaan Nya, maka beliau bergelar "Sada Siwa".

Melihat dari kemahakuasaan Nya yang memiliki sifat serba guna maka Beliau disebut juga sebagai "Saguna Brahman".

Sang Hyang Sadasiwa bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Anerawang, kemahakuasaan Nya berupa getaran-getaran halus.
Sang Hyang Anerawang bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Taya, kemahakuasaan Nya berupa bayangan yang masih samar-samar.
Sang Hyang Taya bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Ruci, kemahakuasaan Nya sudah berwujud tetapi belum jelas.
Sang Hyang Ruci bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Adi Suksma, kemahakuasaan Nya berupa embun yang gemerlapan.

Sang Hyang Adi Suksma bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Siwa , pada saat ini pengaruh kekuatan maya Nya sudah makin besar sehingga Beliau memiliki Guna yang sempurna, kemahakuasaan Nya berupa Sakti, memiliki kekuatan Cadu Sakti. Beliau maha kerja, berinfiltrasi ke jagat raya dan bersemayam pada semua makhluk, dengan demikian Beliau memiliki sebutan "Kriya Guna Brahman".

Sang Hyang Siwa bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu menjadi kekuatan Purusa (Cetana) dengan sebutan Sang Hyang Macongol, dan kekuatan Prakerti (Acetana) dengan sebutan Sang Hyang Mecaling.

Setelah Sang Hyang Siwa bermanifestasi menjadi dua kekuatan Purusa-Prakerti, dengan masing-masing kekuatan memiliki sifat berbeda-beda, kemudian kekuatan tersebut menyatu kembali. Maka terjadilah suatu proses yang menghasilkan suatu reaksi yang amat dahsyat yaitu terjadinya pijaran api yang tak terhingga besarnya. Akhirnya menjadi gumpalan api yang maha besar, memiliki gaya dan daya putaran (mudra). Keadaan ini disebut Brahmanda (telur Brahman). Pada saat terjadinya manifestasi ini disebut masa penciptaan, swabawa Beliau disebut Sang Hyang Tunggal.

Karena perputaran Brahmanda tersebut maha dahsyat, maka terlemparlah keluar berupa percikan-percikan api. Percikan-percikan inipun memiliki gaya dan daya putaran juga (mudra), bentuk ini disebut Mahatresu-Mahatresu. Mahatresu inilah menjadi istilah planet-planet termasuk Bumi. (Identik dengan teori Big Bang. red). Keseimbangan dan perputaran Bumi (Cakrawala) diatur oleh kekuatan manifestasi Sang Hyang Widhi dengan swabawa Nya Sang Hyang Eka Bumi sebagai pengatur keserasian planet-planet.

Sang Hyang Eka Bumi kemudian bermanifestasi lagi dengan swabawa Tri Murti dengan kemahakuasaan Nya sebagai pencipta, pemelihara, pemralina (pelebur) dan memberi kekuatan terhadap Tri Loka, yaitu :
  • Hyang Brahma sebagai kekuatan pencipta, menguasai Bhur Loka (Pertiwi).
  • Hyang Wisnu sebagai kekuatan pemelihara, menguasai Bwah Loka (Udara).
  • Hyang Siwa sebagai kekuatan pemralina (pelebur), menguasai Swah Loka (Langit).

Dari manifestasi Tri Murti inilah mulai adanya rantai kehidupan di jagat raya samasta, yaitu dengan adanya kelahiran (Utpeti), kehidupan (Stiti), dan kematian (Pralina) terkait tentang terciptanya tumbuh-tumbuhan (Sarwa Meletik), binatang (Sarwa Prani) dan manusia, demikian juga mengalami lahir, kehidupan dan kematian.

Selanjutnya Sang Hyang Tri Murti bermanifestasi lagi dengan swabawa Nya Sang Hyang Asta Siwa, dengan kemahakuasaan Nya berinfiltrasi pada masing-masing Dewa dengan swabawa Sang Hyang Asta Dewata sebagai manifestasi delapan kemuliaan Sang Hyang Widhi (Asta Aiswarya). Sang Hyang Asta Dewata menjadi kekuatan pada delapan penjuru mata angin untuk memelihara keseimbangan sekala-niskala (Wahya Diatmika) agar titah Nya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Demikian juga untuk memelihara keserasian dan keseimbangan Asta Dewata maka Sang Hyang Siwa berfungsi sebagai sumbu (sumber) dalam pengaturan titah tersebut, sehingga Beliau disebut Dewata Nawa Sanga, yaitu :
  • Madya/Tengah/Pusat/Poros/Sumbu yaitu Sang Hyang Siwa
  • Purwa/Kangin/Wetan/Timur yaitu Sang Hyang Iswara
  • Geniyan/Genean/Kelod Kangin/Tenggara yaitu Sang Hyang Mahesora
  • Daksina/Kelod/Kidul/Selatan yaitu Sang Hyang Brahma
  • Neriti/Kelod kauh/Barat Daya yaitu Sang Hyang Rudra
  • Pascima/Kauh/Kulon/Barat yaitu Sang Hyang Mahadewa
  • Wayabya/Kaja Kauh/Barat Laut yaitu Sang Hyang Sangkara
  • Uttara/Kaler/Lor/Utara yaitu Sang Hyang Wisnu
  • Ersaniya/Kaja Kangin/Timur Laut yaitu Sang Hyang Sambu

Kemudian Sang Hyang Siwa bermanifestasi sebagai kekuatan Segara (laut) dengan sebutan Sang Hyang Parama Wisesa dengan swabawa Nya Sang Hyang Siwa Waruna. Beliau maha sakti sebagai pelebur segala kekotoran bumi.
Bermanifestasi sebagai kekuatan Gunung dengan swabawa Nya Sang Hyang Giri Jaya.
Bermanifestasi sebagai kekuatan Danau dengan swabawa Nya Sang Hyang Dewi Danuh.
Bermanifestasi sebagai kekuatan sawah (pertanian/perkebunan) dengan swabawa Nya Sang Hyang Dewi Sri.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di Pura Desa dengan swabawa Nya Sang Hyang Upasedana.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di Bale Agung dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Bagawati.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di Pura Puseh dengan swabawa Nya Sang Hyang Ganapati.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di Pura Dalem Setra dengan swabawa Nya Sang Hyang Uma Dewi.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di Setra (kuburan) dengan swabawa Nya Sang Hyang Durga Dewi.
Bermanifestasi sebagai kekuatan pemuhunan (tempat pembakaran mayat) dengan swabawa Nya Sang Hyang Berawi.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di Pura Penguluning Setra dengan swabawa Nya Sang Hyang Brahma Prajapati.
Bermanifestasi sebagai kekuatan di air pancoran atau bulakan atau mata air dengan swabawa Nya Sang Hyang Gayatri.
Bermanifestasi sebagai kekuatan pada jurang parung dengan swabawa Nya Sang Hyang Gangga Dewi.
Bermanifestasi sebagai kekuatan pada perempatan jalan (Catus Pata) dengan swabawa Nya Sang Hyang Catur Loka Pala.
Bermanifestasi sebagai kekuatan pada pertigaan jalan (Marga Tiga) dengan swabawa Nya Sang Hyang Sapuh Jagat.

Pelinggih / Stana tempat menghaturkan banten (sesajian) kepada manifestasi Sang Hyang Widhi yang disebut juga sebagai Sang Hyang Trisemaya atau Sang Hyang Sapuh Jagat.

Mulai ke Perumahan
(Silahkan diserasikan juga dengan catatan saya sebelumnya tentang "Manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa dan Stana Nya")

Bermanifestasi sebagai kekuatan pada bangunan suci Kemulan/Rong Tiga dengan swabawa Nya Sang Hyang Guru Suksma. Beliau memiliki sifat Purusa-Pradana. Beliau adalah sumber dari segala pengajaran, meraga atma (berwujud atma/roh) pada rong kanan (selatan) bersifat Brahma sebagai Purusa dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Guru. Pada rong kiri (utara) bersifat Wisnu sebagai Pradana dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Adi Guru. Pada rong tengah menjadi penyatuan Purusa-Pradana meraga niratma (berwujud bukan atma/roh) bersifat Siwa dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Parama Adi Guru.
Bermanifestasi sebagai kekuatan pada bangunan suci Catu Meres (Gedong yang tidak bertumpang) dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Manik Galih (Dewa padi dan beras atau sumber makanan).
Bermanifestasi sebagai kekuatan pada bangunan suci Gedong Sari (Sanggah Natah) dengan swabawa Nya Sang Hyang Siwa Reka.
Bermanifestasi sebagai kekuatan pada bangunan suci Piasan dengan swabawa Nya Sang Hyang Wenang.
Bermanifestasi sebagai kekuatan Bhuta Dewa pada bangunan suci Taksu dengan swabawa Nya Sang Hyang bhuta Kala Raja.
Bermanifestasi sebagai kekuatan Durga Maya pada bangunan suci Penunggun Karang dengan swabawa Nya Sang Hyang Durga Manik.

Durga Manik artinya Dharma Wisesa, bentuk kekuatan ini yang paling dekat dengan manusia, oleh karenanya apabila manusia tidak melaksanakan pekerti atau pemeliharaan secara spiritual terhadap Dwi Hita Karana (hubungan dengan lingkungannya) maka kekuatan ini akan memperingatkan manusia melalui kekuatan wisesanya. Demikian pula sebaliknya, kekuatan ini akan memberikan kekuatan Dharmanya jika manusia tetap melaksanakan hubungan baik dengan lingkungannya.

Bermanifestasi sebagai kekuatan penjaga atau proteksi di depan halaman (sebelah kanan pintu gerbang) pada bangunan suci Lebuh dengan swabawa Nya Sang Hyang Wisesa.
Bermanifestasi sebagai kekuatan Duara Pala pada setiap bangunan suci Kori, Apit Lawang (pintu gerbang) dengan swabawa Nya Sang Hyang Panca Kala. Kemudian di sebelah kanan pintu keluar Sang Maha Kala, di sebelah kiri Sang Adi Kala. Tepat di pintu masuk Sang Kala, di depan pintu Sang Sunia Kala, pada aling-aling Sang Dora Kala. Sehingga tercipta tanda + (tapak dara) pada pintu masuk pekarangan.
Sang Panca Kala bermanifestasi menjadi suatu kekuatan untuk menguji sradha (keimanan) manusia dengan swabawa Nya Sang Durga Bhucari. Kekuatan ini bertitik sentrum di depan halaman rumah (Lebuh).
Bermanifestasi sebagai kekuatan untuk menguji sradha manusia dengan swabawa Nya Sang Kala Buchari, dengan bertitik sentrum pada halaman rumah (natah).
Bermanifestasi sebagai kekuatan untuk menguji sradha manusia dengan swabawa Nya Sang Butha Buchari, dengan bertitik sentrum pada halaman tempat pemujaan (natah Pemerajan/Sanggah).

Demikian beberapa isi petikan dari beberapa sumber ajaran Hindu Bali, mungkin masih banyak yang kurang tetapi mudah-mudahan berguna untuk di sebar luaskan sebagai tambahan informasi yang edukatif, praktis dan merupakan katalisator dalam pengentasan kemiskinan spiritualitas.

Dikutip dari buku : Manifestasi Sang Hyang Widhi
Oleh : Drs. I.B. Putu Sudarsana, MBA. MM.
Yayasan Dharma Acarya Denpasar Bali.

Bagi yang memiliki info tambahan silahkan di tambahkan.

Damai dan Cinta untuk semua...

Makna Arak Berem dalam persembahyangan Hindu Bali

Dalam banyak kesempatan bagi sahabat semua sering melihat beraneka ragam cara tambahan oleh seseorang dalam melakukan tata cara persembahyangan yang utama. Masing-masing orang memiliki pemahamannya pribadi dalam melaksanakan cara tambahan tersebut yang belum tentu dipahami oleh orang lain. Di...mana cara yang kita lihat sebagai cara tambahan itu pun ada yang ternyata bukanlah cara tambahan tapi itulah yang sesuai menurut sastra, hanya karena kita tidak tahu bukan berarti itu tidak ada dalam ajaran. Sejauh ini memang banyak juga yang melakukannya hanya berdasarkan "Gugon Tuwon" dan "Mula Keto".

Bagi umat Hindu Bali yang belum memiliki kewenangan "Nganteb" banten dengan "Pengastawa" sebagaimana layaknya seorang pemangku, bukan berarti tidak ada cara nganteb yang diperbolehkan. Bagi orang awam atau bahkan bagi orang yang tidak mengenal tulisan tentu saja agak kesulitan untuk ngastawa mempergunakan puja mantra, tetapi bisa dilakukan dengan nyanyian pemujaan seperti kidung wargasari dan lain-lain. Ada juga menggunakan simbol-simbol seperti melakukan "tetabuhan arak-berem".

Kenapa menggunakan Arak dan Berem? Kenapa tidak memakai yang lain? Kadang-kadang memakai simbol ini pun warga Hindu Bali banyak yang belum memahaminya, hanya ikut-ikutan saja. Berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang maksud dan makna arak berem sebagai sarana pengastawa ke hadapan Sang Hyang Widhi.

Arak merupakan simbol dari aksara suci "Ah-kara", sedangkan berem adalah simbol dari aksara suci "Ang-kara". Hal ini terkai mantra pengastawa sehubungan dengan "Utpeti", "Stiti", dan "Pralina" dengan menggunakan dasar dari sastra Rwa Bhineda sebagai berikut :


Utpeti (Pengastawa/Ngajum/Puja)

Yang dimaksud dengan Utpeti adalah memohon kehadapan Sang Hyang Widhi agar Beliau berkenan kontak dengan manusia melalui manifestasi Nya sesuai dengan fungsi Nya, untuk menyaksikan persembahan dari pemuja Nya berdasarkan keyakinan dan kekuatan magis dari upacara Bija Mantra seperti "Ang... Ah". Dalam hal ngastawa mempergunakan sarana (simbul) maka kalau metabuh dalam tujuan ngastawa harus mengikuti urutan Berem (Ang) dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Arak (Ah).

Stiti (Ngadegang)

Yang dimaksud adalah menstanakan Beliau, dalam imajinasi seolah-olah Beliau telah duduk pada stana Nya, telah siap menerima dan menyaksikan persembahan pemuja Nya.
Maka pada saat inilah kita melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasi Nya.

Pralina (Ngamantukang)

Pengertiannya adalah menghaturkan persembahan untuk memohon agar Beliau berkenan kembali ke Kahyangan (kembali pada keheningan Nya), karena acara persembahyangan pemuja Nya telah selesai. Dalam hal ini mempergunakan sarana maka kalau metabuh dalam tujuan pralina harus mengikuti urutan Arak (Ah) dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Berem (Ang).


Begitu juga dalam menghaturkan "Segehan", letakkan segehan di posisi yang seharusnya, kemudian ngastawa (Berem-Arak), lalu "ketis" toyo ening, kemudian "ayab" dan terakhir pralina (Arak-Berem). Sehingga dalam mesegehan pun telah terlaksana Utpeti-Stiti-Pralina.
Jangan lupa dalam mesegehan sesuaikan warna nasi kepelnya dengan arah mata angin (Putih-Timur, Merah-Selatan, Kuning-Barat, Hitam-Utara dan Brumbun (campuran keempat warna)-Tengah).
Begitujuga dalam hal menghaturkan "Canang Sari" agar diperhatikan warna bunga agar sesuai dengan arah mata angin seperti pada segehan di atas, hanya bedanya yang di tengah adalah irisan dari pandan harum.
Jika warna nya ngawur (tidak diatur) berarti pinunas kita adalah ngawur, sehingga tidak salah jika kita dianugrahi sesuatu yang membuat kita selalu ngawur dan akhirnya kehidupan kita pun kacau.

Demikian ulasan singkat tentang makna Arak-Berem untuk dipahami, sehingga tidak lagi berpikir bahwa arak itu untuk minuman Bhuta Kala. Semoga secara bertahap kita bertambah pengetahuan dan pemahaman tentang makna filosofi yang disampaikan setiap banten (sesajian) yang kita haturkan kepada Hyang Widhi menurut ajaran leluhur yang digunakan pedoman Hindu Bali.

Damai dan Cinta untuk semua...

fungsi canang sari dan segehan

Canang sari dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas terkecil namun inti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap bebantenan apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung. Canang berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.




Ong Kara
(Simbol Tuhan, asli Nusantara)

Mengenai bentuk dan fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan kegiatan upakara yang dilaksanakan. Di bawah ini penjabaran mengapa canang dikatakan sebagai penjabaran dari bahasa Weda, hal ini melalui simbol-simbol sebagai berikut :

1. Canang memakai alas berupa "ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan "Ardha Candra" (bulan).

2. Di atas ceper ini diisikan sebuah "Porosan" (terdiri dari daun sirih, pamor [kapur] dan dimasukkan dalam jepitan janur) sebagai simbol "Silih Asih" dan Poros/Pusat yang bermakna, pada saat penganut Hindu Bali menghaturkan persembahan harus dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan karunia Nya.

3. Di atas ceper ini juga berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol kekuatan "Wiswa Ongkara" (Angka 3 aksara Bali).

4. Kemudian di atas point 2 dan 3 di atas, disusunlah sebuah "Sampian Urasari" yang berbentuk bundar sebagai dasar untuk menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan "Windhu" (Matahari). Lalu pada ujung-ujung Urasari ini memakai hiasan panah sebagai simbol kekuatan "Nadha" (Bintang).

5. Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Untuk urutannya saya menggunakan urutan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
  • Bunga berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.
  • Bunga berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.
  • Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
  • Bunga berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.
  • Bunga Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Mahamertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).
Bunga canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana = Bhur-Bwah-Swah).




Canang Sari
(Tata letak warna bunga yang seharusnya)

Setelah kita menghaturkan canang sari, akan dilanjutkan dengan menghaturkan segehan. Segehan pun dibuat harus berdasarkan tattwa, dengan nasi yang berwarna seperti halnya dengan canang. Nasi pada segehan untuk yang dihaturkan di dalam lingkungan rumah seharusnya di kepel (di padatkan dengan kepalan tangan) sebagai simbol keteguhan dan kesatuan, agar keluarga dalam rumah tinggal dianugerahkan kedamaian, keteguhan dan kerukunan.
  • Arah Timur, warna nasi adalah putih.
  • Arah Selatan, warna nasi adalah merah. Dapat menggunakan nasi dari beras merah atau diwarnai dengan warna alami seperti pamor (kapur) dan sirih.
  • Arah Barat, warna nasi adalah kuning. Dapat diwarnai dengan kunyit.
  • Arah Utara, warna nasi adalah hitam. Dapat diwarnai dengan arang atau kopi.
Selalu mengusahakan pewarnaan nasi dengan warna alami, jangan menggunakan pewarna buatan, karena sama dengan kita sedang berbohong.

Di dalam segehan, selain nasi kepel juga berisi :
  • Porosan Silih Asih yang bermakna, pada saat penganut Hindu Bali menghaturkan persembahan harus dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan karunia Nya. 
  • Bunga, cukup sehelai. (Makna dan penjabarannya silahkan lihat dicatatan saya tentang "Sarana Inti Pemuspan Hindu Bali"
  • Garam  sebagai simbol satwam : sifat kebijaksanaan.
  • Irisan bawang sebagai simbol tamas : sifat kemalasan.
  • Irisan jahe sebagai simbol rajas : sifat keserakahan.
Garam, bawang dan jahe adalah simbolis untuk mengembalikan Tri Guna (Satwam-Rajas-Tamas) kepada asalnya.




Segehan
(Tata letak warna nasi kepel yang seharusnya)

Sesuai penjelasan di atas, maka canang sari dan segehan tersebut mengandung simbul kekuatan Sang Hyang Panca Dewata. Maka sudah sepantasnya, dalam penyusunannya tidak boleh asal-asalan asal kelihatan seni atau ngawur apalagi berantakan, kita seharusnya memperhatikan makna dan tujuannya. Kekeliruan yang sering dan lumrah kita lihat dikeseharian adalah tidak memperhatikannya arah mata angin pada saat menghaturkan canang sari, yang mana seharusnya luanan (hulu) mana teben. Kekeliruan akan terakumulasi mulai dari susunan bunga pada canang yang tidak sesuai ditambah lagi saat menghaturkannya tidak memperhatikan arah mata angin. Misalnya, warna putih seharusnya ke arah timur justru dipasang di arah barat, kemudian merah seharusnya di selatan justru ke timur.

Pernah saya mendengar keluh kesah dari beberapa kesempatan, mereka mengatakan bahwa, sudah menghaturkan canang sari dan segehan setiap hari ternyata hidup saya dan keluarga masih kacau balau.

Ironis bukan, jika ditelusuri ternyata kekacauan itu ternyata bukan semata-mata dari luar kita. Memang kita mungkin sudah menghaturkan canang sari setiap hari, namun tidak sesuai tata cara dan aturan sesuai Tattwa-nya. Sehingga yang terjadi adalah, kita menghaturkan canang sari yang isinya kacau balau, arah yang tidak sesuai apalagi ditambah isi yang tidak lengkap. Dengan kata lain, kacau balau dan ketidak sesuaian arah dan kehidupan yang tidak lengkap itulah yang kita mohonkan sesuai seperti kita menghaturkan canang yang kacau balau.

Yang dihaturkan ---> kacau balau, maka anugerah yang diberikan adalah kekacauan... bukankah ini telah sesuai?
Jadi salah siapa?

Menghaturkan canang sari yang terbaik adalah dilakukan pada pagi hari, caranya haturkan canang sari pada tempatnya (seperti rong pelinggih dsb) sesuaikan warna bunga dengan arah mata angin. Kemudian selipkan sebatang dupa, lalu percikkan air menggunakan bunga yang dipegang di tangan. Saat ngayab, pastikan menggunakan tangan kanan, kemudian bunga pada posisi antara jari telunjuk dan jari tengah sebagai simbolis Siwa di dalam raga kita. Gerakan ngayab harus lemah gemulai dari sisi luar belakang ke arah depan. Harap hanya menggunakan tangan, jangan menggunakan alat bantu lainnya seperti saab atau lainnya yang tidak ada maknanya dalam tattwa.

Menghaturkan canang sari di pagi hari adalah simbolis Utpeti  agar dalam hari tersebut kita mendapat restu anugerah dan karunia Sang Hyang Widhi. Kemudian lanjutkan dengan kegiatan sehari-hari kita yang merupakan Stiti . Kemudian pada sore harinya Salikaon (setelah matahari terbenam) kita menghaturkan segehan sebagai simbolis Pralina, sebagai ucap syukur dan mempersembahkan atau mengembalikan semua yang kita lakukan pada hari tersebut ke hadapan Sang Hyang Widhi.

Cara menghaturkan segehan pun ada aturannya. Letakkan segehan pada tempatnya di bawah (tidak di rong pelinggih) sesuaikan warna nasi dengan arah mata angin. Kemudian selipkan sebatang dupa, lalu tuangkan Berem kemudian Arak berlawanan arah dengan jarum jam (ke kiri). Putaran ke kiri memiliki makna ke bawah (turun). Berem adalah simbol Ang dan Arak adalah Ah (lebih lengkapnya lihat catatan saya tentang "Makna Arak Berem"). Kemudian percikkan air menggunakan bunga yang dipegang di tangan. Kemudian ngayab seperti pada canang sari di atas. Sebagai penutupnya maka tuangkan kembali dengan urutan berbalik yaitu Arak kemudian Berem, searah dengan jarum jam (ke kanan). Putaran ke kanan memiliki makna ke atas (naik), ini simbolis ngeluhur  yaitu mempersilahkan kekuatan Hyang Widhi untuk kembali kepada asalnya. Putaran bolak-balik ke kiri dan ke kanan ini pun simbolis dari kisah pemuteran Mandara Giri, untuk memohon dimancurkannya Tirtha Kehidupan (Panca Tirtha).

Demikian secara singkat tentang ritual sehari-hari beserta maknanya sesuai Tattwa ajaran Hindu Bali.
Semoga bagi yang membaca catatan ini yang kebetulan penganut Hindu Bali agar memperhatikan dan mulai memperbaiki apabila ternyata telah terjadi ketidaksesuaian dengan tattwa di atas. Semoga kehidupan anda dan keluarga akan semakin membaik.

Damai dan Cinta untuk semua...

Selasa, 19 April 2011

ujian tengah semester statistik kelas k dan i semester 6 PGSD

skor mata kuliah statistik dari 150 orang mahasiswa sebagai berikut

27  79  69  40  51  88  55  48  36  61
53  44  94  51  65  42  58  55  69  63
70  48  61  55  60  25  47  78  61  54
57  76  73  62  36  67  40  51  59  68
27  46  62  43  54  83  59  13  72  57
82  45  54  52  71  53  82  69  60  35
41  65  62  75  60  42  55  34  49  45
49  64  40  61  73  44  59  46  71  86
43  69  54  31  36  51  75  44  66  53
80  71  53  56  91  60  41  29  56  57
35  54  43  39  56  27  62  44  85  61
58  89  60  51  71  53  53  26  77  68
62  57  48  69  76  52  49  45  54  41
33  61  80  57  42  45  59  44  68  73
55  70  39  59  69  51  85  46  55  67
Carilah: kelas interval,range, panjang kelas, grafik histogram, tendensi sentral,kwartil,desil, presentil, varians dan standar deviasi.